Sunday, April 4, 2010

muhasabah...muhasabah..muhasabah




Assalamualaikum,

sedikit perkongsian,
{rearrange} ,

Muhasabah dalam pengertian bahasa adalah proses menghitung-hitung. Adapun di dalam khazanah keislaman, muhasabah ini dimasukkan dalam usaha seorang muslim dalam melakukan tazkiyyatun nafs atau penyucian jiwa, sebagaimana isyarat pentingnya difirmankan Allah SWT:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia shalat.” (QS. 87:14-15) “… dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. 91:7-10)

Muhasabah berarti memperhitungkan amal perbuatan diri; Apabila ia mendapati dirinya melakukan perbuatan baik (‘amal shalih) dalam mentaati Allah (tha’ah), maka ia akan bersyukur kepada Allah SWT. Sebaliknya apabila ia mendapati perbuatan dosa dan melanggar aturan Allah (ma’shiyat), maka ia akan menyesali perbuatan tersebut dengan memohon ampun kepada Allah atas kesalahannya (beristigfar) dan kembali kepadaNya (bertaubat) serta kemudian melakukan kompensasi kesalahan itu dengan memperbanyak perbuatan baik. Muhasabah ini dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan seorang muslim. Sebagian ulama mengajarkan muhasabah harian seiring dengan amal-amal harian (amalan yaumiyyan) yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti shalat malam (qiyamul lail), tilawah Quran, dzikir di waktu pagi dan petang dll. Muhasabah ini semakin banyak dilakukan akan semakin baik, sebagaimana dzikir yangbanyak itu diperintahkan Allah SWT.

Waspada dalam Perbuatan Mubah
Selain pada penunaian kewajiban dan pada perbuatan dosa, muhasabah juga diperlukan dalam memandu kita menyikapi perbuatan-perbuatan yang boleh kita lakukan. Dalam terminologi hukum fiqih inilah yang disebut perbuatan mubah. Termasuk dalam perbuatan mubah adalah menikmati suasana bahagia di dalam rumah, makan dan minum, tidur, dan jalan-jalan menikmati pemandangan alam. Asal hukum perbuatan di atas adalah mubah. Perbuatan ini akan menjadi perbuatan berpahala ketika disertai dengan niat kebaikan karena Allah. Misalnya, membahagiakan keluarga dalam rangka memenuhi kewajiban memberi nafkah kepada mereka; Makan, minum dan tidur agar tubuh menjadi sehat dan mampu mengerjakan amal kebaikan; Menikmati pemandangan alam untuk memikirkan kekuasaan dan kebaikan Allah kepada manusia (tafakur). Pada perbuatan-perbuatan mubah ini tempat muhasabah adalah menjaga jangan sampai perbuatan-perbuatan ini dilakukan secara berlebihan.
Seorang sahabat yang bernama Hanzalah r.a. mengisahkan tentang dirinya sebagai berikut. Abu Bakar r.a. telah menemui aku. Ia pun bertanya, “Bagaimana (keadaan iman) engkau ya Hanzalah?” Aku pun menjawab, “Hanzalah telah munafik.” Abu Bakar pun menyebutkan, “Subhanallah, apakah yang engkau katakan (ya Hanzalah)?!” Aku berkata, “Kita ketika berada di sisi Rasulullah SAW, beliau itu mengingatkan kita tentang surga dan neraka, kita seolah-olahnya melihat (surga dan neraka itu) dengan mata kepala. Kemudian bila kita berpisah dari Rasulullah SAW, kita pun sibuk dengan isteri-isteri, anak-anak dan kerja-kerja kita. Maka kita lupa semuanya (tidak bisa ingat akhirat seperti berada di hadapan beliau lagi).” Abu Bakar berkata, “Demi Allah kami pun mengalami seperti (cerita engkau) ini.” Mereka berdua pun menghadap Rasulullah SAW dan beliau menanggapi dengan mengungkapkan bahwa bisa mereka bisa mempertahankan kondisi ingat akan akhirat seperti pada majelisnya niscaya para malaikat akan menyalami mereka. Akan tetapi keadaan iman manusia itu memang berubah-ubah dari waktu ke waktu, sambung beliau.
Pelajaran yang ingin kita petik dari kisah di atas adalah, bagaimana para sahabat senantiasa waspada jangan sampai perbuatan mubah mereka menyeret pada kelalaian mengingat Allah, apalagi sampai melakukan perbuatan dosa. Karenanya di antara gambaran para penghuni surga adalah:
Mereka berkata, "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)." Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang. (QS. 52:26-28)

Penutup
Melakukan muhasabah pada hakikatnya adalah cara untuk menyayangi diri kita sendiri, agar jangan sampai mengalami kerugian tiada tara di akhirat nanti. Muhasabah adalah upaya mengingatkan diri secara sungguh-sungguh agar selalu melakukan amal kebaikan dan menghindari diri dari amal buruk. Karena itu para ulama yang shalih mengatakan, hari penghisaban itu akan Allah ringankan bagi mereka yang sering bermuhasabah di dunia. Dan hari penghisaban akan amat berat bagi mereka yang lalai melakukan muhasabah dalam hidupnya. Umar bin Khattab r.a. mengatakan, ”Hisablah dirimu sendiri, sebelum kelak engkau dihisab.” Ketika mendeskripsikan perihal orang yang cerdas, Rasulullah SAW mengatakan, ”Orang yang cerdas adalah ialah yang mampu menundukkan hawa nafsunya (kepada kebenaran) dan beramal untuk (waktu) setelah kematiannya.” Wa Allahu a’lamu bish shawwab.


soalan kepada diri sendiri dan saudara seislamku;

"bila lagi hati kita nak betul2 khusyuk untuk mengingati Allah?"




0 comments:

Post a Comment

assalamualaikum,

salam ukhwahfillah.

Related Posts with Thumbnails

:: peringatan buat kita yg selalu alpa ::

" Dan apa jua (harta benda dan lain-lainnya) yang diberikan kepada kamu, maka adalah ia merupakan kesenangan hidup di dunia dan perhiasannya; dalam pada itu, apa jua yang ada di sisi Allah (yang disediakan untuk orang-orang yang beriman dan taat) adalah ia lebih baik dan lebih kekal; maka mengapa kamu tidak mahu memahaminya?"
Al Qasas;60.